Ayam Jagoku



Di rumahku ada warga baru, ayam jago Bangkok, pemberian seorang teman. Sebuah pemberian yang kami sambut gembira dan bingung sekaligus. Gembira, karena ia bukan jenis ayam murahan. Saya jelas bukan pejabat yang butuh disetori muka, disetori upeti dan budaya ambil hati. Maka jika pemberian yang berharga ini saya terima, pasti lebih karena sebuah ketulusan.
Tapi ketulusan ini pasti baru setengah kebahagiaan. Setengah yang lain pastilah karena ayam iniakan berkokok jika subuh datang. Ia akan menjadi jam hidup yang mengesankan dan yang akan menggugah kami agar tidak bangun kesiangan. Maka ketika kami menikmati kokok ayam pertama, seluruh keluarga bergembira.
Tapi seluruh kegembiraan ini pasti juga cuma setengah dari persoalan, karena setengah berikutnya pastilah kebingungan. Bingung karena kami tidak memiliki kandang. Hari pertama saat ayam ini datang, iakami biarkan mengembara ke mana-manadan kotorannya segera berserak ke mana-mana. Oo, bicara soal ayam ternyata bukan cuma bicara soal kegembiraan, tapi juga kebingungan berpikir tentang kotorannya. Lama-lama kami mengkalkulasi, adakah kegembiraan saat mendengar kokok ayam ini, sepadan dengan kesengsaraan kami dalam merawat dan membersihkan kotoran.
Lagi pula, jika cuma butuh kokok ayam, mestinya yang kami pelihara cukup ayam kate. Ayam yang bentuknya kecil, tapi cerewetbukan main. Maklum, modal ayam kate ini memang tak ada kecuali keramaian suaranya. Bertarung ia tak bisa. Sedang jago Bangkok ini, berkokok cuma sesekali saja. Ia tipe ayam pendekar, untuk berkelahi tidak perlu banyak basa-basi. Ini kesalahan pertama yang tak pernah kami duga.
Kami bukan majikanyang punya bakat sebagai botoh dan penyabung ayam. Tapi bahwa yang kami punya adalah ayam aduan, sungguh membuat kami merasa menjadi majikan yang salah jurusan. Maka setiap kami sekeluarga memandangi ayam ini, yang muncul adalah ketakutan kami. Pada tubuhnya yang gagah, pahanya yang kekar dan tajinya yang kokoh, tajam dan mengentarkan.
Pendek kata setiap jengkel tubuh ayam ini, memang dipersiapan untuk menjadi petarung. Maka jika lama ia tidakbertarung, jangan-jangan malah keluarga kami yang akan dia tarungi. Maka setiap memandang jago ini, bukan kerinduan atas kokok subuhnya yang terbayang, melainkan kengerian kami. Apalagi cerita tentang anak-anak dipatok ayam, tentang ayam jago yang gila dan pernah melubangi pipi anak majikannya, pernah pula kami lihat sendiri. Jadi, astaga, kenapa pandangan kami terhadap ayam jago ini menjadi horor begini.
Cukup lama kami harus mendamaikan kengerian ini. Tapi bahwa akhirnya ia tak lebih dari seekor hewan, redalah kengerian kami. Betapapun tajam tajinya, betapapun gagah dan beraninya, betapapun ia adalah petarung sejati, jatuhnya tohtetap ayam belaka. Sehebat-hebatnya dia, kalau jengkel, kami sembelih saja pasti habis perkara. Maka singkat cerita, berdamailah kami pada ayam jago ini.
Jika pagi ia dimandikan. Jika kami panggil ia menyahut. Jika lapar ia berkokok memanggil kami. Maka dari seekor ayam pendekar, ia menjadi ayam piaran. Penurut, pendiam dan jinak dan untuk menyentuhnya, anak-anak kami tak takut lagi. Dengan segenap kesadaran, kami tak memberi ruang pada naluri bertarungnya. Biarlah ia tak jago bertarung lagi, karena ia memang tak akan kami tugasi sebagai tukang kelahi.
Biarlah ia menjadi ayam kampung biasa. Menjadi kalahan juga tidakapa-apa, karena ia memang tak hendak kami juruskan ke sana. Sebuah penjurusanyang amat berhasil. Ayam seangker itu, sekarang menjadi ayam yang penurut danmanja. Sebuah perubahan yang pasti akan membuat kaum penyabung ayam kecewa.
Begitu manisnya ayam ini di mata kami, sampai suatu kali kami hendakmenghadiahkan seekor pacar kepadanya, berupa ayam babon Bangkok, demi ketentraman hidupnya. Untuk menjaga tertib kesejarahan, kami juga tidak membeli ayam babon ini, melainkan cukup meminta kepada teman yang sama. Kami menduga, pemberian ini akan disambut dengansuka cita oleh si jago yang merana. Maka ketika malam itu si babon kami masukkan begitu saja dalam kurungan yang sama, hasilnya adalah kegemparanyang mengerikan.
Si babon ini dikira musuhdan dilabrak demikian seketika. Cepat, mematikan dan berbahaya. Seluruh rumah jadi gaduh. Akusendiri panik tiada terkira. Kurebut babon itu dari amukan maut, tapi ganti aku sendiri menjadi korbannya. Si jago yang amat marah ini mematuk apa saja dari tubuhku, tajinya itu melesatcepat seperti peluru dan untung hanya menyerempet sedikitsaja daging kakiku. Kami sekeluarga butuh menentramkan diri atas insiden ini. Tapi sambil menyeka darah yang mengalir dari kakiku, aku temangu-mangu pada patokan dahsyat ayam yang kusangka telah menjadi manis itu.
Ternyata tak ada pihak yang benar-benar lemah, jika umpan yang tepat, sedang berkelebat di depan matanya. Jika ayam saja langsung memunculkan kemampuan terbaiknya begitu si umpan tiba, apalagi manusia. Sayang, kita, manusia ini, sering begini cuek walau umpan setiap kali disodor-sodorkan di depan hidungnya.Betapa sesuatu kali, ada sebuah keadaan, yang membuat kedudukanku lebih rendah dari ayam.
Prie GS
====================================================











Info wisata Bandung

Dibawah ini adalah rekomendasi paket wisata Bandung murah

* Paket Wisata The Ranch Bandung murah hanya Rp165K
* Paket wisata Bandung murah Kampung Gajah
* Paket wisata Bandung murah Kupu Kupu
* Paket wisata Bandung murah Kawah Putih
* Paket Wisata Bandung murah all in
* Paket wisata Bandung Tangkuban Perahu hanya Rp166K
* Guest House Murah di Bandung bersih & nyaman hanya Rp195K
* Bandung City Tour murah










Google

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Ayam Jagoku

0 komentar:

Posting Komentar